DAMPAK ERUPSI GUNUNG KELUD TERHADAP LAHAN PERTANIAN

Indonesia merupakan wilayah pertemuan antara tiga lempeng dunia yaitu Lempeng Indo – Australia Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Lempeng samudra (oceanic plate) yang diatasnya berupa kerak samudra (ocenic crust) yang menyusup ke lempeng benua dengan batuan dasar berupa batuan andesitik saling mendesak sehingga memijar menjadi magma dan mencari jalan keluar sebagai kegiatan vulkanik gunung api).

Bahan yang dikeluarkan ketika letusan gunung berupa hasil pijaran yang mendingin tiba-tiba ketika sampai di permukaan bumi (dapat mencapai > 15 km terlontar ke atmosfir). Batuan mengalami pelelehan, mineral yang meleleh tergantung dari titik leleh mineral tersebut, misalnya kuarsa akan meleleh pada suhu > 1500 oC. Hasil lelehan kristal ketika keluar dari dapur magma menjadi jonjotan non kristal akibat perubahan tekanan dan kelembabab udara akirnya bahan pijaran dalam perjalanannya menjadi menjadi butiran halus. Komposisinya berupa pembekuan kembali pijaran yang bersifat sebagian besar bersifat amorf (non kristalin), dan hasil pemijaran material dari oceanic crust. Hasil penguapan dan pemijaran air laut membentuk ion-ion atau oksida Na, Ca, Mg, K, S, dan Cl.  S berupa sulfida (bau belerang) atau teroksidasi membentuk asam sulfat (asam kuat) yang akan dinetralisir oleh bentukan hidroksida dari Na, Mg, Ca dan K.

Abu vulkanik Gunung Kelud erupsi 2014 tersebar secara luas ke arah barat hingga mencapai wilayah Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Erupsi ini mempunyai dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan manusia, termasuk di dalamnya  bidang  pertanian. Lahan pertanian mendapatkan dampak yang cukup signifikan, oleh karena material erupsi dapat menutupi atau bahkan menghilangkan lahan pertanian dengan tanaman di atasnya. Walaupun demikian, erupsi Gunung Kelud 2014 dapat pula dimaknai secara positif dalam arti sebagai  proses alami yang mencurahkan material-material yang akan bermanfaat bagi kelangsungan pertanian.

Hasil analisis terhadap komposisi material erupsi Gunung Kelud menunjukkan kandungan SiO2 rata-rata sebesar 55,5 % dan kandungan Al2O3rata-rata sebesar 18,4 % (sumber http://rovicky.wordpress.com/2014/02/15/melihat-letusan-kelud-dari-luar-angkasa/). Dengan demikian hampir sama dengan komposisi material erupsi Gunung Merapi 2010, yaitu sebesar 54 % SiO2 dan 18 % Al2O3, sedangkan sisanya adalah sulfur, klorida, natrium, kalsium, kalium, fosfor, serta besi  (Kedaulatan Rakyat, 2010). Unsur-unsur tersebut sangat bermanfaat bagi pertumbuhan dan hasil tanaman.  Nilai pH abu vukanik Kelud  2014 adalah 5,5-6 dengan daya hantar listrik 1-2 mS per cm untuk yang belum terkena air hujan dan menjadi pH 6-7 dan daya hantar listrik  setelah pencucian oleh hujan sebesar 0,15 mS per cm, sehingga tidak membahayakan bagi tanaman pertanian. Memang diperlukan air irigasi atau air hujan untuk mengurangi akibat negatif dari tingginya kandungan garam (daya hantar listrik) terhadap tanaman pertanian.  Tanaman yang terkena abu vulkanik sebaiknya segera dibersihkan dengan air irigasi atau air hujan untuk mengurangi dampak negatif terhadap tanaman.

Dampak lahar dingin terhadap lahan pertanian merupakan bahaya sekunder yang perlu diwaspadai terhadap pengurangan kesuburan lahan pertanian, akibat tergerus atau tertutup lahar. Wilayah yang kemungkinan terdampak lahar dingin adalah yang dekat dengan bantaran sungai. Lahar dingin lebih miskin akan kandungan unsur yang bermanfaat bagi tanaman, oleh karena sudah tercuci oleh air. Lahan pertanian yang terdampak lahar dingin ini memerlukan tambahan unsur yang cepat tersedia dengan menggunakan pupuk seperti NPK, disamping perlu penambahan dengan menggunakan pupuk kompos.

Dalam jangka pendek perlu diupayakan penggantian bibit-bibit tanaman yang rusak, dan pemberian bantuan kompos. Selain itu, hal yang sangat penting berdasarkan pengalaman erupsi merapi 2010 adalah diperlukan pemulihan air irigasi sehingga lahan-lahan pertanian dapat pulih seperti sediakala dalam waktu yang lebih singkat. Oleh karena erupsi gunung berapi bersifat berulang dalam jangka waktu tertentu, maka sangat penting upaya pemerintah untuk penggantian tanaman yang terdampak erupsi, serta pemulihan biaya produksinya serta jaminan kehidupan petani. Berbagai pihak perlu secepatnya membangkitkan semangat petani untuk kembali mengolah lahan pertaniannya agar sektor pertanian pulih dengan cepat. Keterpaduan antara peternakan dan pertanian akan banyak membantu, karena dari ternak ini akan tersedia pupuk organik yang cukup.

Sebagian masyarakat memanfaatkan abu vulkanik Gunung Kelud untuk media tanam, tetapi oleh karena partikel yang halus, jika terkena air siraman akan maka akan menjadi mampat yang menyulitkan akar untuk berkembang. Sehingga Abu vulkanik Gunung Kelud sebagai dimanfaatkan sebagai campuran media tanam saja, dan tetap ditambah dengan pasir, sekam maupun kompos.

Pada saat erupsi merapi 2010 tanaman padi fase vegetatif dapat tumbuh dengan baik, tetapi tanaman salak buahnya kotor dan busuk, sedangkan kelapa, dan pisang pelepahnya daunnya banyak yang patah dan terkulai. Abu vulkanik juga tidak mengandung jasad hidup seperti mikroba yang bermanfaat bagi tanaman. Di daerah yang irigasi nya tidak bermasalah dilakukan penanaman sebagaimana biasa, tetapi di daerah dengan irigasi yang rusak dan masih menginginkan menanam padi dipertimbangkan untuk membudidayakan padi gogo. Tetapi berdasarkan pengamatan di Sleman, Yogyakarta, tanaman-tanaman tersebut tampaknya tidak terpengaruh oleh abu Kelud  2014, apalagi setelah turun hujan.

Wilayah G. Kelud dibagi atas beberapa kawasan, yaitu kawasan terlarang dengan radius 5 km dari kawah, dengan ancaman hujan bom dan rempah-rempah batuan, awan panas, lahar letusan dan lahar hujan, kemudian Daerah Bahaya I (radius 10 km dari kawah) dengan ancaman hujan bom dan rempah-rempah batuan, dan Daerah Bahaya II yang ancamannya lahar sekunder yang meliputi bantaran sungai-sungai lahar (sumber :  http://rovicky.wordpress.com/2007/10/19/mengenal-gunung-kelud/). Daerah dalam radius 5 km memang sebaiknya terlarang untuk pemanfaatan pertanian.