Kanal Menara Ilmu Pengetahuan Pertanian

Ilmu pertanian (agricultural science) adalah bidang kajian yang mempelajari pertanian secara luas. Sebagaimana rumpun ilmu kesehatan, bidang ini merupakan bagian dari rumpun ilmu-ilmu hayati (biosains) yang bersifat terapan dan multidisiplin. Dengan inti biologi, ilmu ini mendayagunakan pula matematika, statistika, ilmu pengetahuan alam, ilmu ekonomi dan sosial, serta berbagai teknologi dari rumpun keilmuan lainnya. Ilmu pertanian tidak serta-merta hanya berkaitan dengan pertanian dan agronomi (ilmu pendayagunaan tanaman). Definisi dari pertanian adalah serangkaian aktivitas yang mengubah lingkungan untuk menghasilkan produk hewani dan nabati yang bermanfaat bagi manusia, sedangkan agronomi adalah kajian yang terkait dengan budidaya serta pemanfaatan lain tanaman; sehingga ilmu pertanian mencakup lebih luas dari dua hal tersebut, menyangkut pula budidaya tumbuhan dan hewan, di darat maupun di air.

Pertanian merupakan intervensi terbesar manusia terhadap alam, yang berdampak bagi lingkungan secara umum. Isu mengenai pertanian intensif, pertanian industri, serta peningkatan populasi manusia telah menarik perhatian ilmuwan pertanian mengenai pentingnya pengembangan metode pertanian baru untuk menangani hal tersebut. Hal ini termasuk asumsi bahwa solusi masalah pertanian hanya terletak pada ilmu dan teknologi, padahal solusi lainnya seperti manajemen hama terpadu, manajemen tanah dan air, konsep budidaya pertanian berkelanjutan, kelembagaan pertanian, konsep perikanan terpadu, serta penyuluhan pertanian digital juga dapat menjadi alternatif solusi bagi masalah pertanian secara luas.

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Pengendalian Hama Terpadu (PHT) tidak lagi dipandang sebagai teknologi, tetapi telah menjadi suatu konsep dalam penyelesaian masalah lapangan (Kenmore 1996). Waage (1997) menggolongkan konsep PHT ke dalam dua kelompok, yaitu konsep PHT teknologi dan PHT ekologi. Konsep PHT teknologi merupakan pengembangan lebih lanjut dari konsep awal yang dicetuskan oleh Stern et al . (1959), yang kemudian dikembangkan oleh para ahli melalui agenda Earth Summit ke-21 di Rio de Janeiro pada tahun 1992 dan FAO. Tujuan dari PHT teknologi adalah untuk membatasi penggunaan insektisida sintetis dengan memperkenalkan konsep ambang ekonomi sebagai dasar penetapan pengendalian hama. Pendekatan ini mendorong penggantian pestisida kimia dengan teknologi pengendalian alternatif, yang lebih banyak memanfaatkan bahan dan metode hayati, termasuk musuh alami, pestisida hayati, dan feromon. Dengan cara ini, dampak negatif penggunaan pestisida terhadap kesehatan dan lingkungan dapat dikurangi (Untung, 2000).

Konsep PHT ekologi berangkat dari perkembangan dan penerapan PHT dalam sistem pertanian di tempat tertentu. Dalam hal ini, pengendalian hama didasarkan pada pengetahuan dan informasi tentang dinamika populasi hama dan musuh alami serta keseimbangan ekosistem. Berbeda dengan konsep PHT teknologi yang masih menerima teknik pengendalian hama secara kimiawi berdasarkan ambang ekonomi, konsep PHT ekologi cenderung menolak pengendalian hama dengan cara kimiawi. Dalam menyikapi dua konsep PHT ini, kita harus pandai memadukannya karena masing-masing konsep mempunyai ke-lebihan dan kekurangan. Hal ini disebabkan bila dua konsep tersebut diterapkan tidak dapat berlaku umum.

Tanah adalah salah suatu komponen lahan berupa lapisan teratas kerak bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik serta mempunyai sifat fisik, kimia, biologi, dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Seperti kita ketahui rantai makanan bermula dari tumbuhan. Manusia dan hewan hidup dari tumbuhan. Memang ada tumbuhan dan hewan yang hidup di laut, tetapi sebagian besar dari makanan kita berasal dari permukaan tanah. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban kita menjaga kelestarian tanah sehingga tetap dapat mendukung kehidupan di muka bumi ini. Akan tetapi, sebagaimana halnya pencemaran air dan udara, pencemaran tanah pun sebagian besar akibat kegiatan manusia juga.

Meningkatnya kegiatan produksi biomassa (tanaman yang dihasilkan kegiatan pertanian, perkebunan dan hutan tanaman) yang memanfaatkan tanah yang tak terkendali dapat mengakibatkan kerusakan tanah untuk produksi biomassa, sehingga menurunkan mutu serta fungsi tanah yang pada akhirnya dapat mengancam kelangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Beberapa indikator yang memprihatinkan hasil evaluasi perkembangan kegiatan pertanian hingga saat ini, yaitu : (1) tingkat produktivitas lahan menurun, (2) tingkat kesuburan lahan merosot, (3) konversi lahan pertanian semakin meningkat, (4) luas dan kualitas lahan kritis semakin meluas, (5) tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan pertanian meningkat, (6) daya dukung likungan merosot, (7) tingkat pengangguran di pedesaan meningkat, (8) daya tukar petani berkurang, (9) penghasilan dan kesejahteraan keluarga petani menurun, (10) kesenjangan antar kelompok masyarakat meningkat.

Usaha budidaya tanaman ramah lingkungan adalah usaha budidaya yang dilakukan dengan prinsip tidak merusak lingkungan dan mencemari lingkungan terkait dengan aspek  pemanfaatan sumber daya alam, pembuangan limbah dan keamanan lingkungan sekitarnya. Pengelolaan budidaya tanaman ramah lingkungan yang diwujudkan dalam penerapan konsep  pengelolaan yang tepat adalah jalan keluar dalam mewujudkan usaha tani yang ramah lingkungan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura 2007). Perkembangan ekonomi global dan regional menuntut petani khususnya petani pangan dan sayuran untuk melakukan usaha tani tidak hanya mendapatkan produksi tinggi tetapi juga harus mempertimbangkan kualitas produksi dan dukungan usaha taninya. Hal ini karena semakin besarnya keinginan konsumen akan produk pertanian tanaman pangan, sayuran, perkebunan juga perikanan yang bermutu dengan tingkat keamanan pangan yang tinggi serta meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang pelestarian lingkungan.