MENGENAL RANTAI PEMASARAN BIJI KAKAO DI INDONESIA – FATKHIYAH ROHMAH

Cokelat merupakan produk yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan sehari-hari. Produk ini dapat dijumpai dalam berbagai bentuk makanan dan minuman seperti permen cokelat, cokelat batangan, minuman cokelat, cokelat bubuk sebagai bahan kue dan roti, hingga merambah ke produk kecantikan seperti masker dan lulur cokelat. Produk tersebut dibuat dengan bahan dasar biji dari buah kakao yang relatif mudah didapatkan di Indonesia. Biji kakao merupakan salah satu komoditas perdagangan yang menarik untuk dikembangkan karena Indonesia berada di wilayah khatulistiwa yang memiliki kesesuaian iklim sebagai tempat tumbuh dan budidaya tanaman kakao. Menurut Baihaqi dkk. (2014) perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan yang pesat sejak awal tahun 1980-an dan pada tahun 2002, areal perkebunan kakao seluas 914.051 ha. Perkebunan tersebut terdiri dari 87% perkebunan kakao rakyat, 6% perkebunan negara dan 6,7% perkebunan swasta besar.

Gambar 1. Buah Kakao Hasil Panen

Sumber: Dokumentasi pribadi

 

Saluran pemasaran kakao melibatkan beberapa lembaga pemasaran sehingga rantai pemasaran kakao cukup panjang mulai dari hulu hingga hilir. Secara umum, rantai pemasaran kakao dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Rantai Pemasaran Biji Kakao 1

Petani sebagai salah satu lembaga pemasaran kakao memiliki peran sangat besar untuk memenuhi kebutuhan kakao di dalam negeri. Petani yang memiliki lahan luas dapat melakukan kemitraan secara langsung dengan pabrik sehingga kebutuhan biji kakao akan lebih mudah dipenuhi. Namun realita menunjukkan rata-rata kepemilikan lahan kakao petani adalah seluas 0,5 ha atau dapat disetarakan dengan 50 pohon kakao. Jika diasumsikan bahwa satu pohon menghasilkan 1 kg kakao kering maka petani hanya mampu menyuplai 50 kg kakao kering per tahun.  Produksi yang sedemikian rendah menyebabkan petani dengan lahan sempit tidak mungkin menjual biji kakao ke pabrik secara langsung sehingga petani harus menjual biji kakao tersebut kepada pengepul.

Membahas tentang posisi pengepul dalam rantai pemasaran kakao, perdagangan komoditas kakao di tingkat petani hingga pengepul merupakan model perdagangan hard cash money atau cash and carry. Istilah yang dikenal dalam bahasa komunikasi sehari-hari adalah “Ada uang silakan ambil barang”. Dengan demikian pengupul dengan modal yang minim, pada umumnya akan menjual kakao kepada pedagang besar atau trader dimana trader pada umumnya bermitra dengan beberapa pengepul agar dapat memenuhi kuota permintaan dari pabrik. Trader akan mengumpulkan hasil pembeliannya dari para pengepul mitra hingga waktu tertentu sehingga setelah kuota terpenuhi maka trader akan menjual kepada pabrik secara langsung.

Seiring dengan perkembangan waktu terkadang dijumpai pengepul yang melakukan monopoli di suatu daerah tertentu sehingga petani merasa dirugikan dengan adanya praktik tersebut. Ketidakpuasan ini mendorong timbulnya inisiatif petani untuk membuat kelompok tani dimana kelompok tani berperan sebagai pengepul yang terikat oleh aturan-aturan yang dibuat berdasarkan kesepakatan pada saat rapat. Biji kakao petani akan dikumpulkan di kelompok tani dan dijual langsung ke pabrik. Kelompok tani di samping berperan dalam menjembatani penjualan produk, juga berperan sebagai penghubung antara kepentingan petani dengan pemerintah terkait dengan penyebaran teknologi terbaru dari pemerintah. Rantai pemasaran biji kakao melalui kelompok tani secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3. Rantai Pemasaran Biji Kakao 2

Skema pada gambar 3 cenderung lebih disukai oleh pabrik pengolahan coklat karena biji kakao yang berasal dari kelompok tani dapat dijamin kemurnian dan kualitasnya. Pada umumnya pabrik coklat menjalin kemitraan dengan petani dan melakukan pendampingan agar petani dapat menghasilkan biji kakao yang berkualitas tinggi berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) kakao. Kakao yang dihasilan oleh petani pada umumnya telah difermentasi dan kualitasnya lebih terjaga. Berbeda dengan biji kakao yang berasal dari trader, biasanya berupa kakao asalan yang berfungsi untuk menambah volume. Adanya dua jenis rantai pemasaran biji kakao akan memberikan pilihan kepada pabrik cokelat. Jika pabrik membeli biji kakao pada kelompok tani akan diperoleh kakao yang lebih berkualitas sedangkan jika bermitra dengan trader akan mendapatkan kakao dengan volume yang besar dalam waktu singkat.

 

Referensi

Baihaqi, Akhmad, dkk., 2014,”Analisis Rantai Nilai dan Nilai Tambah Kakao Petani di Kecamatan Paya Bakong dan Geurudong Pase Kabupaten Aceh Utara”, Agrisep, Volume 15 No.2, Halaman 28 -35.