Aktivitas penangkapan sudah dimulai sekitar 100.000 tahun yang lalu. Kegiatan penangkapan berdasarkan sejarah, pertama kali dimulai oleh bangsa Neanderthal (neanderthal man) (Sahrhange and Lundbeck, 1991). Bangsa tersebut melakukan aktivitas penangkapan secara sangat sederhana, yaitu dengan menggunakan tangan tanpa bantuan alat penangkapan. Seiring dengan berjalannya waktu, aktivitas penangkapan mulai berkembang dengan ditandai adanya alat bantu untuk menangkap ikan. Alat bantu untuk menangkap ikan masih sangat tradisional, yang terbuat dari barang-barang yang ada di alam, seperti kayu, batu, tulang, dan tanduk.
Gambar 1. Beberapa alat tangkap ikan sederhana di zaman batu (Sahrhange and Lundbeck, 1991).
Dalam perkembangannya, aktivitas penangkapan mulai masuk zaman peradaban perahu. Perahu yang dibuat pada saat itu masih sangat sederhana, seperti sampan yang ada seperti sekarang. Bangsa di Eropa membuat perahu sekitar 8.300 tahun yang lalu, denga ukuran panjang 3 meter yang berada di Netherland.
Pada tahun 1769, James Watt menemukan mesin uap yang teknologinya masih digunakan sampai dengan saat ini. Temuan dari James Watt dimanfaatkan untuk menggerakkan perahu atau kapal sebagai sarana mempermudah menangkap ikan di lautan. Seiring dengan berjalannya waktu, mesin uap tidak hanya untuk menggerakkan perahu, namun juga digunakan sebagai alat bantu penarik jaring dan longline (Sahrhange and Lundbeck, 1991).
Pertengahan abad 20, beberapa negara di dunia mulai mengembangkan teknologi dalam menangkap ikan. Modernisasi alat tangkap ikan dimaksudkan untuk mengoptimalkan aktivitas penangkapan. Negara di benua Eropa, seperti Polandia, Belanda, Inggris, Swedia, Perancis merupakan negara yang telah maju dalam aktivitas penangkapan. Sedangkan di Asia, salah satunya adalah Jepang merupakan negara yang sangat maju di bidang penangkapan ikan. Berdasarkan data dari FAO, pada tahun 1988 total hasil tangkapan ikan di Jepang mencapai 12 juta ton, atau sekitar 13% dari total tangkapan ikan di dunia. Berkembangnya teknologi penangkapan di jepang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah nelayan Jepang tidak hanya beroperasi di perairan Jepang, namun daerah penangkapan diperluas sampai dengan lautan Pasifik. Dengan luasnya jangkauan penangkapan ikan, Jepang telah menggunakan alat komunikasi dan penanganan hasil tangkapan yang telah dibenahi dengan baik.
Sampai dengan saat ini, teknologi penangkapan terus mengalami perkembangan. Meskipun demikian, perkembangan alat penangkapan ikan berbeda di setiap daerah di Indonesia. Karekteristik daerah sangat menentukan perkembangannya. Misalnya, di Daerah Istimewa Yogyakarta aktivitas melaut baru dimulai pada awal tahun 1980-an. Oleh karena itu aktivitas penangkapan masih sangat terbatas, terutama daerah penangkapan ikannya. Mayoritas armada penangkapan ikan di DIY berkapasitas di bawah 5 GT, atau masih didominasi PMT. Armada “semut” ini masih sangat terbatas jangkauannya, tidak lebih dari 10 mil. Meskipun sama-sama berada di pantai selatan Jawa, aktivitas penangkapan ikan di DIY masih tertinggal oleh kawasan Cilacap, Prigi di Trenggalek, ataupun Sendang Biru di Malang. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan aktivitas penangkapan ikan perlu memenuhi prasyarat penangkapan yang dibutuhkan.