POLA PENGADAAN PRODUK DALAM RANTAI PASOK CABAI RAWIT – FATKHIYAH ROHMAH

Cabai merupakan komoditas hortikultura yang banyak dikembangkan dan mudah dijumpai di Indoneisa. Beberapa hal yang mendorong petani menanam cabai adalah sifat tanaman cabai yang bisa ditanam dari dataran rendah hingga ke dataran tinggi, iklim di Indonesia yang mendukung untuk pengembangan cabai serta harga cabai yang terkadang tinggi meskipun tidak jarang harga cabai juga jatuh saat musim panen raya. Cabai juga sangat digemari oleh masyarakat Indonesia karena memberikan efek pedas pada makanan dan menambah selera makan. Salah satu jenis cabai yang dimanfaatkan karena tingkat kepedasannya adalah cabai rawit. Cabai ini diyakini sebagai cabai yang terpedas dibandingkan dengan cabai keriting dan cabai besar. Dalam pemanfaatannya, cabai rawit segar akan diolah menjadi sambal dengan berbagai bahan tambahan dan disediakan di berbagai tempat makan mulai dari warung tenda “penyetan” atau “Lamongan”, warung makan, rumah makan, hingga restoran berkelas dan hotel berbintang. Jaringan pemasaran yang begitu luas dan beragam tentu memegang peran sangat penting dalam pendistribusian cabai rawit ke berbagai wilayah sehingga cabai dapat dijumpai di tempat-tempat tersebut.

Gambar 1. Cabai Rawit

Sumber: google

 

Rantai pasok merupakan sistem yang berkaitan dengan pengaturan aliran produk, aliran informasi dan aliran keuangan. Menurut Emhar (2014) pengaturan ini penting dilakukan karena terdapat banyak mata rantai yang terlibat dalam rantai pasok cabai rawit mengingat sifat fisik cabai rawit yang mudah kering dan sifat harga yang sangat fluktuatif. Secara umum terdapat dua pola pengadaan produk dalam rantai pasok cabai rawit yaitu:

  1. Rantai pasok dengan pola kemitraan
  2. Rantai pasok dengan pola kerja sama operasional

 

Pola Kemitraan

Kemitraan adalah kerjasama formal antara individu-individu, kelompok dengan kelompok atau organisasi dengan organisasi untuk mencapai tujuan yang sama. (Notoatmodjo, 2003).  Pola kemitraan cabai rawit umumnya dilakukan pada level kelompok tani. Kemitraan seperti ini sudah ada sejak lama dan terus menerus dibicarakan agar kelompok-kelompok tani dapat melakukan regenerasi pengurus. Model rantai pasok kemitraan secara sederhana yaitu, sekumpulan petani membuat organisasi kelompok disertai dengan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART). Setelah kelompok terbentuk berikut dengan pengurusanya maka anggota-anggota petani penanam cabai rawit akan menyetorkan produksi ke kelompok sebagai pengumpul. Selanjutnya kelompok tani dapat menjual hasil produksi para petani ke pedagang atau langsung ke pasar induk baik melalui sistem konvensional maupun dengan sistem lelang.

 

Pola Kerjasama Operasi (KSO)

Kerjasama Operasi (KSO) adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing sepakat untuk melakukan suatu usaha bersama dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki dan secara bersama menanggung risiko usaha tersebut (PSAK No 39). Pola kerja sama ini yang sering dipermasalahkan dalam “politik” pertanian. Pada umumnya pola KSO cabai rawit dilakukan dengan cara petani pemilik lahan bekerjasama dengan pengepul atau  pedagang besar. Pedagang akan memberikan sejumlah uang kepada petani pemilik lahan sebagai modal untuk mengerjakan usaha budidaya cabai rawit. Dalam hal ini pedagang bertindak sebagai investor dan petani sebgai pemilik aset. Setelah cabai rawit dapat dipanen maka petani harus menyetorkan produksinya kepada investor hingga batas produksinya dapat mengembalikan dana investor. Surplus produksi setelah dikurangi dana investor merupakan keuntungan petani.

 

Pola pengadaan produk dalam rantai apsok cabai rawit sangat beragam dan tidak dapat disamakan antara satu daerah dengan daerah lain karena kuantitas produksi yang berbeda, jumlah pedagang dan karakteristik konsumen yang berbeda pula.

Referensi

Emhar et. al. 2014. Analisis pasokan (Supply Chain) Komoditas Daging Sapi di Kabupaten Jember. Jurnal Berkala Ilmiah PERTANIAN Volume I. Nomor 3. Universitas Jember.

Notoatmodjo,  Soekidjo. 2003.  Pendidikan  dan  Perilaku  Kesehatan.  Jakarta:  Rineka Cipta.