Usaha perikanan terutama perikanan tangkap bersifat quick yielding (cepat memberikan hasil) dan profitable, meskipun berisiko. Namun demikian, kenyataanya pelaku usaha perikanan tangkap, terutama nelayan pada umumnya berpendapatan rendah, miskin dan kurang sejahtera. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh nelayan dalam kegiatan penangkapan adalah ketergantungan terhadap kondisi ketersediaan sumberdaya ikan dan kondisi alam. Peningkatan jumlah nelayan mencapai 50% dalam satu dasa warsa, hal tersebut menyebabkan meningkatkan tekanan yang mempercepat kerusakan sumberdaya alam dan penurunan keanekaragaman hayati. Pada beberapa daerah bahkan sudah mengalami lebih tangkap/over fishing yang sangat nyata.
Terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan PerIkanan No. 02 Tahun 2015 yang melarang penggunaan alat tangkap Pukat hela (Trawls) dan alat tangkap Pukat tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia merupakan gerakan kesadaran Pemerintah melalui menteri Kelautan dan Perikanan kepada masyarakat luas untuk lebih serius memanfaatkan, men jaga, dan mengelola sumberdaya alam laut yang memiliki potensi besar yang terkandung didalamnya.
Salah satu solusi untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan di perairan laut, maka perlu adanya suatu terobosan yaitu dengan desain alat tangkap yang ramah lingkungan. Salah satu jenis alat tangkap ramah lingkungan adalah Bubu (fish trap). Pada tahun 1995, PBB melalui FAO (Food Agriculture Organization) menetapkan suatu tata cara bagi kegiatan penangkapan ikan yang bertanggung jawab yang disebut CCRF (Code of Conduct for Resposible Fisheries). Dalam CCRF ada 9 (sembilan) kriteria bagi teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan, yaitu :
- Memiliki selektivitas tinggi
Artinya, alat tangkap tersebut diupayakan hanya dapat menangkap ikan/organisme lain yang menjadi sasaran penangkapan saja. Ada dua macam selektivitas yang menjadi sub kriteria, yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas jenis.
- Hasil tangkapan sampingan (bycatch) rendah
Bycatch merupakan tangkapan ikan non target yang tertangkap dalam proses penangkapan, dimana tangkapan sampingan ini tertangkap bersamaan dengan ikan target penangkapan.
- Hasil tangkapan berkualitas tinggi
Hasil tangkapan yang diperoleh masih mempunyai kualitas mutu yang baik pada saat sampai di tangan konsumen/ pengguna.
- Tidak merusak habitat / lingkungan (destruktif)
Alat tangkap yang tidak merusak habitat dapat dilihat dari metode penangkapan ikan dan pengoperasian alat tangkap, baik yang dioperasikan di dasar perairan, di tengah perairan maupun di permukaan perairan.
- Mempertahankan keanekaragaman hayati
Dampak terhadap biodiversity merupakan pengaruh buruk dari pengoperasian alat tangkap terhadap keanekaragaman hayati yang ada di lingkungan tempat pengoperasian alat tangkap. Alat tangkap yang digunakan tidak dimodifikasi, selain itu tidak menggunakan bahan yang merusak lingkungan seperti penggunaan racun, bom, potas dan lainnya. Hal ini dapat dapat merusak kelangsungan kehidupan biota perairan (Ikan, Plankton, Benthos dan lainnya).
- Tidak menangkap spesies yang dilindungi/terancam punah
Alat tangkap dikatakan berbahaya terhadap spesies yang dilindungi apabila dalam pengoperasiannya tertangkap spesies yang dilindungi dalam frekuensi relatif besar. Dalam pengoperasian alat tangkap tidak menangkap ikan yang dilindungi atau ikan yang dilarang oleh pemerintah untuk ditangkap misalnya penyu, dugong‐dugong dan lumba‐lumba.
- Pengoperasian API tidak membahayakan keselamatan
Tingkat bahaya atau resiko yang diterima oleh nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap tergantung pada jenis alat tangkap yang digunakan dan keahlian nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap tersebut.
- Tidak melakukan penangkapan di daerah terlarang
Tidak menangkap ikan di daerah penangkapan yang dinyatakan: lebih tangkap, di kawasan konservasi, di daerah penangkapan yang ditutup, di daerah yang tercemar dengan logam berat dan di kawasan perairan lainnya yang dinyatakan terlarang, seperti alur masuk pelabuhan.
- Dapat diterima secara sosial
Suatu alat diterima secara sosial oleh masyarakat apabila biaya investasi murah, menguntungkan secara ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada.
Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang berupa jebakan, dan bersifat pasif. Bubu sering juga disebut perangkap “traps“ dan penghadang “guiding barriers”. Alat ini berbentuk kurungan seperti ruangan tertutup sehingga ikan tidak dapat keluar. Bubu merupakan alat tangkap pasif, tradisional yang berupa perangkap ikan tersebut dari bubu, rotan, kawat, besi, jaring, kayu dan plastik yang dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang masuk tidak dapat keluar. Prinsip dasar dari bubu adalah menjebak penglihatan ikan sehingga ikan tersebut terperangkap di dalamnya, alat ini sering diberi nama fishing pots atau fishing basket (Brandt, 1984).
Gambar 1. Model bubu dengan bentuk kubus, dengan satu mulut (funnel) (Rachman, 2017).
Gambar 2. Bubu dengan model tabung (ranchman, 2017)